see........................ http://www.youtube.com/watch?v=BPd2CxnxxrM

see

http://www.dovesay's.blog.spot.com.............. Bapa ku yang ada disorga dan aku percaya selalu ada di dalam hatiku.......................................... aku mohon....................... jangan pernah tingalkan aku walaupun sedetik pun............... bantu aku biar selalu semangat.............. an penuh senyum dalam jiwaku untuk menghadapi hariku..................... dan bisa belajar kasih................... Aminnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn..................

Kamis, 17 Desember 2009

Diposting oleh Oneng dove

http://dove say's.blogspot.com

Ini adalah kumpulan dari catatan teman2 blogger sama penjelasan dosen biar sedikit ingat……..
INTERAKSI OBAT
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan.yang dapat menimbulkan efek yang menguntungkan atau merugikan. Perkiraan insidensi interaksi obat secara klinis berkisar antara 3-5% pada pasien menggunakan sedikit obat dan hingga 20% pada pasien yang menggunakan 10-20 obat.
Efek merugikan dari interaksi obat adalah
1. Mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat suatu obat, misalnya pada penggunaan Norit, yang sering dipakai untuk mengurangi kembung dan diare. Norit bersifat menyerap racun dan zat-zat lainnya di lambung, namun norit menyerap zat-zat dilambung hampir tanpa pilih bulu, sehingga obat-obat yang diminum dalam waktu bersamaan atau dengan rentang 3 – 5 jam sekitar waktu makan norit juga akan ikut diserap oleh norit, akibatnya penyerapan obat oleh tubuh justru berkurang sehingga efek yang diharapkan akan berkurang atau bahkan mungkin tidak akan tercapai Penurunan atau penyerapan obat oleh tubuh juga dapat terjadi jika kita mengkonsumsi suatu obat tertentu bersamaan dengan obat, makanan atau suplemen makanan yang banyak mengandung kalsium, magnesium, aluminium atau zat besi. Mineral-mineral itu banyak terdapat pada suplemen vitamin, susu juga dalam obat maag (antasida), mineralmineral ini dapat bereaksi dengan beberapa obat tertentu misalnya antibiotika tetrasiklin, ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin dan trovafloxacin membentuk senyawa khelat yang sukar di absorbsi atau diserap oleh tubuh Jika ini terjadi, maka tujuan pengobatan dengan antibiotika untuk membunuh kuman penyakit dalam tubuh akan terganggu dan mungkin tidak akan tercapai. Bila kita tidak menyadari adanya interaksi ini bukan tidak mungkin kita akan langsung memutuskan untuk mengganti antibiotika yang dipakai dengan antibiotika generasi terbaru dengan alasan antibiotika sebelumnya sudah resisten
2. Menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius karena meningkatnya efek samping dari suatu obat misalnya antibiotika rifampisin dapat mengurangi efektifitas dari berbagai pil kontraseptif, sehingga ibu-ibu yang menggunakan pil KB sebaiknya berhati-hati ketika mengkonsumsi antibiotika, ada kemungkinan pil kontrasepsinya tidak bekerja sehingga program KB nya bisa gagal. Contoh yang lain adalah antihistamin atau antialergi yang sering diberikan dalam obat flu atau obat batuk, kombinasi antihistamin dengan obat-obat penenang atau obat yang bekerja menekan sistem syaraf pusat seperti luminal dan diazepam harus dihindari, sebab kombinasi ini dapat mengadakan potensiasi, sehingga dapat terjadi efek penekanan sistem syaraf pusat secara berlebihan. Parasetamol diketahui punya efek samping hepatotoksik, efek samping ini akan semakin besar bila parasetamol diberikan bersamasama dengan fenobarbital atau pada alkoholik beratOleh : Vyani Kamba, SSi, Apt ( www.vyanikamba.blogspot.com )
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuhi ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh.
Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai,
- Terjadinya efek samping,
- Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.

 Efek menguntungkan misalnya saja peristiwa antara probenesid dengan penisilin di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuh ginjal sehingga akan memperlambat ekresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama didalam tubuh.
Interaksi obat melibatkan 2 jenis obat yaitu :
- Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengatuhi atau diubah oleh obat lain.
- Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau efek obat lain.
. Obat obyek
Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya
adalah obat-obat yang memenuhi ciri:
a. Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan
menyebabkan perubahab besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat seperti ini sering
dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response curve).
Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi manfaat klinik
(clinical efficacy) dari obat.
b. Obat-obat dengan rasaio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio), artinya antara dosis toksik dan
dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar)
obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis.
Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah dikurangi atau efek toksiknya
mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini
juga sering dikenal dengan obat-obat dengan lingkupterapetik yang sempit (narrow therapeutic range).
Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik meliputi,
- antikoagulansia: warfarin,
- antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,
- hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,
- anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
- glikosida jantung: digoksin,
- antihipertensi,
- kontrasepsi oral steroid,
- antibiotika aminoglikosida,
- obat-obat sitotoksik,
- obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.
Obat presipitan
Obat-obat presipitanadalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek
obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan ciri sebagai berikut:
a. Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan menggusur ikatan-ikatan yang
protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam
darah akan meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang
masuk di sini misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.
b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)enzim-enzim yang
memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang punya sifat sebagai perangsang enzim (enzyme inducer)
misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi
(metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat yang
dapat menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol, fenilbutason, alopurinol, simetidin
dan lain-lain,akan meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek toksik.
c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi.
Misalnya probenesid, obat-obat golongan diuretika dan lain-lain.
Ciri-ciri obat presipitantersebut adalah kalau kita melihat dari segi interaksi farmakokinetika, yakni terutama pada
proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri ini
tadi yang dapat bertindask sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.

 Umumnya interaksi obat terbagi menjadi
1. Interaksi farmasetik
2.Interaksifarmakokinetik
3. Interaksi farkodinamik


 1. Interaksi farmasetik
Merupakan interaksi fisika-kimiawi di mana terjadi reaksi kiimiawi antara obat sehingga mengubah/menghilangkan aktifitas farmakologik obat
Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi pengendapan.
Contoh lain : dua obat yang dicampur pada larutan yang sama dapat terjadi reaksi kimia atau terjadi pengendapan salah satu senyawa, atau terjadi pengkristalan salah satu senyawa dll.
Bentukinteraksi: antaralain
-interaksi secara fisik Misalnya :Terjadi perubahan kelarutan,Terjadinya turun titik beku
-Interaksi secara khemis Misalnya : Terjadinya reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan.
Campuran penisilin (atau antibiotika
beta-laktam yang lain) dengan aminoglikosida dalam satu larutan tidak dianjurkan. Walaupun obat-obat ini
pemakaian kliniknya sering bersamaan, jangan dicampur dalam satu suntikan. Beberapa tindakan hati-hati
(precaution) untuk menghindari interaksi farmasetik ini mencakup,
1. Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak ada interaksi antar masing masing obat.
2. Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama lewat infus.
3. Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer leaflet), untuk melihat peringatanperingatan pada pencampuran dan cara pemberian obat (terutama untuk obat-obat parenteral misalnya injeksiinfus dan lain-lain) Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravenosa atau yang lain.
4. perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari larutan.
5. Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja. Jangan menimbun terlalu lama larutan yang sudah dicampur, kecuali untuk obat-obat yang memang sudah tersedia dalam bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan lain-lain.
6. Botol ifus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat-obat yang sudah dimasukkan, termasuk dosis dan dan waktunya.
7. Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan lewat 2 jalur infus, kecuali kalau yakin tidak ada interaksi. Jangan ragu-ragu konsul apoteker rumah sakit.


 Interaksi farmakokinetik
Interkasi farmakokinetik terjadi bila obat presipitan mempengaruhi atau mengubah / obat dapat berinteraksi pada titik manapun selama proses absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan ekskresi dari obat-obat obyek. Sehingga mekanisme interaksi inipun dapat dibedakan sesuai dengan proses-proses biologik (kinetik) tersebut.
Hasilnya dpat berupa peningkatan atau penurunan konsentrasi obat pada tempat kerjany, karena terdapat keragaman individual pada tingkat disposs obat yang diberikan besarnya interaksi yang mengubah parameter farmakokinetik tidak selalu dapat diperkirakan, namun dapat mejadi sangat bermakna.

Interaksi dalam proses absorpsi
Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadidengan berbagai cara misalnya,
- Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat seperti morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorpsi obat-obat lain.
- Kelasi yakni pengikatan molekul obat-obat tertentu oleh senyawa logam sehingga absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks yang tidak diabsorpsi. Misalnya kelasi antara tetrasiklin dengan senyawasenyawa logam berat akan menurunkan absorpsi tetrasiklin.
- Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat-obat tertentu, misalnya: umumnya antibiotika akan menurun absorpsinya bila diberikan bersama dengan makanan

Interaksi distribusi
Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obat dengan ikatan protein yang lebih kuat menggusur
obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama terjadinya
peningkatan efek toksik. Sebagai contoh, misalnya meningkatnya efek toksik dari antikoagulan warfarin atau obatobat hipoglikemik (tolbutamid, kolrpropamid) karena pemberian bersamaan dengan fenilbutason, sulfa atau aspirin.
Hampir sama dengan interaksi ini adalah dampak pemakaian obat-obat dengan ikatan protein yang tinggi pada keadaan malnutrisi (hipoproteinemia). Karena kadar protein rendah, maka obat-obat dengan ikatan protein yang tinggi akan lebih banyak dalam keadaan bebas karena kekurangan protein untuk mengikat obat sehingga dengan dosis yang sama akan memberikan kadar obat bebas yang lebih tinggi dengan akibat meningkatnya efek toksik. Disamping itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila terjadi perubahan kemampuan transport atau uptake seluler suatu obat oleh karena obat-obat lain. Misalnya obat-obat antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan menghambat transport aktif ke akhiran saraf simpatis dari obat-obat antihipertensif (guanetidin, debrisokuin), sehingga mengurangi/menghilangkan efek antihipertensi.

Interaksi dalam proses metabolisme
Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan dua kemungkinan,
v Pemacuan enzim (enzyme induction) Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain (obat obyek) sehingga mempercepat eliminasi obat tersebut. Kenaikan kecepatan eliminasi (pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti dengan menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya. Obat-obat yang dapat memacu enzim metabolism obat disebut sebagai enzyme inducer. Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni:
- Rifampisin,
- Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.
Dari berbagai reaksi metabolisme obat, maka reaksi oksidasi fase I yang dikatalisir oleh enzim sitokrom P-450 dalam mikrosom hepar yang paling banyak dan paling mudah dipicu. v Penghambatan enzim (enzyme inhibitor). Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat-obat yang punya kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal sebagai penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan metabolisme obat ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengans egala konsekuensinya, oleh karena terhambatnya proses eliminasi obat. Obat-obat yang dikenal dapat menghambat aktifitas enzim metabolisme obat adalah:
- kloramfenikol
- isoniazid
- simetidin
- propanolol
- eritromisin
- fenilbutason
- alopurinol, dll.

Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni terutama obat dengan lingkup terapi yang sempit, maka interaksi metabolisme dapat membawa dampak merugikan. Umumnya secara ringkas dapat dikatakan bahwa,
- Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena kadar optimal tidak tercapai.
- Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar obat melampaui ambang toksik.


Interaksi dalam proses ekskresi
Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama ginjal dapat dipengaruhi oleh obat-obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenesid dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehinggan proses sekresi penisilin terhambat, maka kadaar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh. Interaksi probenisid dan penisilin adalah contoh interaksi yang menguntungkan secara terapetik. Klinidin juga menghambat sekresi aktif digoksin dengan akibat peningkatan kadar digoksin dalam darah, kira-kira sampai 2 kali, sehingga terjadi peningkatan kejadian efek toksik digoksin. Salisilat menghambat sekresi aktif metotreksat. Obat-obat diuretic menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada proses ekskresinya. Furosemid juga dapat meningkatkan efek toksik ginjal dari aminoglikosida,kemungkinan oleh karena perubahan ekskresi aminoglkosida.

 Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakokinetik. Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan
kadar obat obyek oleh karena perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada
interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah. Tetapi yang terjadi adalah
perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat.
Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan menjadi,
- Interaksi langsung (direct interaction)
- interaksi tidak langsung (indirect interaction)


Interaksi langsung

Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau hampir sama. Interaksi dua obat padatempat yang sama dapat tampil sebagai antagonisme atau sinergisme. Interaksi langsung ini dapat terbagi lebih lanjut sebagai berikut.
a. Antagonisme pada tempat yang sama
Antagonisme adalah keadaan dimana efek dua obat pada tempat yang sama saling berlawanan atau menetralkan. Banyak contoh interaksi seperti ini, misalnya:
- Pembalikan (penetralan) efek opiat oleh obat nalokson.
- Pengobatan aritma yang disebabkan intoksikasi antidepresan triklisik dengan obat fisotigmin.
- Pengobatan keracunan pestisida organofosfat dengan sulfas atropin untuk menetralisir efek-efek kolinergik yang terjadi
b. Sinergisme pada tempat yang sama
Sinergisme adalah interkasi di mana efek dua obat yang bekerja pada tempat yang sama saling memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi yang merugikan dengan mekanisme ini tetapi banyak pula interaksi yang menguntungkan secara terapetik. Contoh-contoh interaksi ini, misalnya:
- Efek obat pelemas otot depolarisasi(depolarizing muscle relaxants) akan diperkuat/ diperberat oleh antibiotika aminoglikosida, kolistin dan polimiksin karena keduanya bekerja pada tempat yang sama yakni pada motor end plate otot seran lintang.
- Kombinasi obat beta-blocker dan Ca ++-channel blocker seperti verapamil dapat menyebabkan aritmia/asistole. Keduanya bekerja pada jaringan konduksi otot jantung yang sama.

c. Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama.
Obat-obat dengan efek akhir yang sama atau hampir sama, walaupun tempat kerja ata reseptornya berlainan, kalau diberikan bersamaan akan memberikan efek yang saling memperkuat. Misalnya,
- Alkohol dan obat-obat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat,
- Antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf pusat, misalnya depresi susunan saraf pusat.
- Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida
- Kombinasi beberapa obat antihipertensi
Interaksi tidak langsung

Interkasi tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek. Beberapa contoh antara lain,
- Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi trombosit (salisilat,fenilbutason, ibuprofen, dipiridamol,
asam mefenamat, dll.) dengan obat-obat antikoagolan seperti warfarin sehingga kemungkinan perdarahan lebih besar oleh karena gangguan proses hemostasis.
- Obat-obat yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal seperti aspirin, fenilbutason, indometasin, dan obatobat antiinflamasi non-steroid yang lain, bila diberikan pada pasien-pasien yang sedang mendapatkan antikoagulansia seperti warfarin, maka dapat terjadi perdarahan yang masif dari perlukaan tadi.
- Obat-obat yang menurunkan kadar kalium akan menyebabkan peningkatan efek toksik glikosida jantung digoksin. Efek toksik glikosida jantung ini lebih besar pada keadaan hipokalemia. Tetapi sebaliknya hipokalemia akan mengurangi efek klinik obat-obat antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan fenitoin. Obat presipitan yang mengurangi kadar kalium terutama adalah diuretika.
- Efek diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti furosemid akan berkurang bila diberikan bersama dengan obatobat antiinflamasi non-steroid seperti aspirin, fenilbutason, ibuprofen, indometasin, dll. Kemungkinan oleh karena penghambatan simtesis prostaglandin oleh obat-obat presipitan tersebut, yang sebenarnya diperlukan untuk menimbulkan efek diuretika furosemid






DAMPAK KLINIK INTERAKSI OBAT

Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi dengan mekanisme yang telah diuraikan di muka. Namun demikian, tidak semuanya memberikan dampak klinik yang penting. Dampak klinik akan sangat tergantung

pada ciri-ciri obat obyek yakni:

- Profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Untuk obat-obat dengan kurva kadar vs. respons yang curam (steep dose-response curve), di mana perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat, maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan memberikan perubahan efek yang sangat berarti.
- Obat-obat dengan resiko toksik: terapetik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio), atau sering dikenal juga sebagai obat dengan lingkup terapi sempit.
Di samping kedua hal di atas, makna klinik interaksi obat juga akan sangat tergantung kepada jenis dari efek yang terjadi, terutama untuk interaksi farmakodinamik, yakni apabila efek obat obyek yang mengalami perubahan tersebut merupakan efek farmakologik utama/penting terhadap timbulnya efek terapetik maupun efek toksik dari obat.
Misalnya perubahan sedikit saja dari efek antikoagulasi, bisa terjadi perdarahan atau kegagalan antikoagulasi.
Secara ringkas, makna klinik yang bisa terjadi ada 2 macam, yakni:
- Meningkatnya efek toksik baik disertai dengan meningkatnya kadar obat obyek atau tidak.
- Kegagalan efek terapetik.
Perlu dicatat bahwa mekanisme interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik tidak selamanya berdiri sendiri-sendiri. Adakalanya interaksi tersebut terjadi karena kedua mekanisme tersebut, sehingga untuk ini yang penting adalah mengevaluasi/mengobservasi efek yang terjadi. Sebagai contoh interaksi antara aspirin dengan obat-obat hipoglikemik atau dengan antikoagulan warfarin. Disamping interaksi kinetik pada ikatan protein, juga ada interaksi dinamik yang memperberat efek yang terjadi.

UPAYA MENGHINDARI DAMPAK NEGATIF
Tindakan berhati-hati atau kewaspadaan diperlukan untuk menghindari dampak negatif dari interaksi obat. Untuk itu pegangan umum beriktu mungkin bermanfaat,
1. . Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika memang kondisi penyakit yang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya: pengobatan tuberkulosis, pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain.
2. Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan, yakinkan bahwa tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau dinamik
3. Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat-obat yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.
4. Jika ada interaksi, tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan? Apakah perlu pengurangan dosis obat obyek? Atau dapatkah obat obyek atau obat presipitan diganti?
5. Evaluasi efek sesudah pemberian obat-obat secara bersamaan untuk menilai ada tidaknya efek samping/toksik dari salah satu atau kedua obat.
6. Ikutilah sedini mungkin pemakaian obat secara bersamaan bila ternyata ada efek samping atau efek toksik yang timbul.

0 komentar:

Posting Komentar

komen dong biar nambah info ku juga makasih

Laman

time

bagi.............ku

Seberapa kuat...................................................
dan.............................................................................
berharga pun kenangan ......................................................................suatu saat......................... pasti akan memudar

this day

dirly

dirly